NGEPOSARI, ALL OUT MERAMPUNGKAN PTSL

13 November 2017 18:18:35 WIB

Rangkaian panjang pekerjaan yang namanya PTSL sungguh menyita energi.  Sertifikasi tanah gratis ini sudah jauh hari disosialisasikan, dipersiapkan dan tahap demi tahap dilaksanakan.

Bagi masyarakat pedesaan, memperoleh sertifikat tanah bukanlah perkara mudah dan murah. Oleh karenanya, PTSL bagaikan durian runtuh. Kadyo kajugrugan wukir sari kabenan seganten madu. Tak pelak, wargapun menyambut dengan senyum mengembang dan tangan terkembang. Berbondong mereka mendaftarkan diri ke Kepala Dukuh.  Data diri dan aneka dokumen yang dipersyaratkan segera dilengkapi. Patok yang telah dibagikanpun segera ditancapkan ke batas bidang tanah mereka. Semua bersiap menunggu hari pengukuran.

Saat Tim Pengukuran tiba di lokasi, dengan sigap Pokmas menyertai mereka ke patok-patok yang akan diukur. Kadang lokasi pengukuran berada di areal pemukiman, kadang berada di bulak luas yang teriknya membakar ubun-ubun, namun sering juga harus merangkak ke puncak bukit gersang yang membuat stamina terkuras, peluh mengucur deras. Dalam kondisi yang melelahkan seperti itu, kebersamaan adalah solusinya. Warga pemilik tanah dengan sigap menunjukkan patok miliknya, anggota Pokmas mendampingi pengamatan GPS di setiap sudut bidang, sementara Pokmas yang lain berupaya mbanyoni juru ukur kami agar kerongkongan tak kering dilibas rasa haus.

Di saat matahari tegak di atas kepala, menyantap nasi bungkus bersama-sama adalah kenikmatan yang seolah tiada batas. Jika dalam keseharian menu tersebut kita santap dirumah, kesannya akan biasa-biasa saja, namun melahap di atas bukit, dibawah rindangnya pohon, setelah pikiran dan tenaga terkuras, nikmatnya serasa berlipat. Terlebih di bumbuin dengan aneka guyonan. Suasana paseduluran begitu kental terasa. Satu dengan lain tercipta kebersamaan, senasib, bahkan hingga pengukuran selesai, hubungan silaturahmi tetap terjaga.

Atensi warga tak kalah semanaknya. Juru ukur yang merupakan ujung tumbak pelaksanaan pengukuran fisik bidang, sering kali ketiban sampur keramahan warga. Senyum sapa kerap terlontar, aneka minuman dan jajanan selalu tersaji hangat. Jika sudah demikian, juru ukur harus pandai pandai mengelola kapasitas lambungnya, karena sajian yang terhidang seperti mbayu mili. Aroma kopi kental yang masih melekat di pangkal lidah, sudah harus ditimpa oleh jenis minuman berikutnya, teh, wedang jahe atau kelapa muda. Semua itu adalah ungkapan rasa syukur warga karena tanahnya sebentar lagi disertifikat.

Setelah berpeluh peluh dan bersimbah penat melaksanakan pengukuran, tahapan berikutnya adalah melengkapi berkas yuridis. Pekerjaan ini benar benar menguras otak dan stamina. Jenuh, bosan, eneg adalah keluhan sehari hari yang kerap terdengar. Namun di bawah koordinasi Kades Pak Ciptadi, Sekdes Bu Fita dan Kasie Pemerintahan  Bu Astuti , seluruh Kepala Dukuh dengan tekun membolak balik Buku Letter C yang usang dan berdebu. Dalam rangka pengejawantahan kalimat pengabdian masyarakat, semua cancut taliwondo, holobis kuntul baris, merapatkan barisan agar proses sertifikasi tidak terkendala kekurangan data. Dari Pihak BPN, Ketua Tim Ajudifikasi Sukmono dan terutama Satgas Fisik Tri Nur Istanto serta Satgas Yuridis  Erwan Eka Prasetya tak penat bolak-balik Yogya-Ngeposari, agar seluruh proses pekerjaan berjalan mulus.

Yang kelihatan paling berkerut keningnya adalah Bu Astuti. Jarang ia menyapa rumah saat surya masih benderang. Sepanjang hari, tempat tinggalnya adalah meja dengan segunung berkas, dan kursi yang tidak lagi empuk karena terlalu lama diduduki. Telepon selulernya jarang jeda oleh berbagai tanya, berbagai keluhan dan kompleksitas permasalahan dari Kepala Dukuh yang harus ia tuntaskan. Sebongkah tanggung jawab dipundaknya, dicoba untuk dituntaskan dengan tandas. Tak ada keluh, paling unjal ambegan dowo untuk menghirup kebugaran Tak ada penat, paling hanya sesekali menggeliat panjang untuk ngeluk boyok.

Semua lini bergerak, semua aparat berkiprah penuh rasa tanggung jawab. All out merampungkan Pekerjaan PTSL. Tapi percayalah kawan kawan, kepenatan yang menumpuk, kejenuhan yang mengendap, cenat cenut di sekujur kepala, kelak akan pupus dan terbayar tuntas oleh senyum warga yang sumringah menerima sertifikat mereka.  Inilah makna pengabdian masyarakat yang harus kita wujudkan dan tak berhenti pada sebatas kata atau slogan. Yang pasti, sebongkah pahala besar telah siap ditorehkan ke rekening amal kebajikan kita. Selamat berjuang kawan…

 

Ir. Bambang Gatot Nugroho

Koordinator Pengukuran PTSL Gunung Kidul 3,4.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar