Gelar Budaya Desa Ngeposari

zoe 07 November 2017 12:21:27 WIB

Jumat 27 Oktober 2017, kembali Desa Ngeposari mengadakan kegiatan, kali ini kegiatan yang diadakan adalah  Gelar Budaya Lokal yang dimiliki padukuhan dalam wilayah administrasi Desa Ngeposari. Kegiatan yang berlangsung dari pukul 13.00 WIB sampai dengan 17.15 WIB tersebut menampilkan beberapa tradisi dan budaya lokal.

Penampilan pertama  dalam gelar budaya tersebut adalah seni reog dari padukuhan Mojo. Beranggotakan kurang lebih 25 orang termasuk penari dan para wiyogo seni reog ini mampu menarik perhatian dari tamu undangan dan masyarakat. Music khas reog "teng tong teng dung" sudah sangat mandarah daging di lingkungan masyarakat sekitar. Sehingga hanya dengan mendengarkan music saja penduduk sudah mampu menghayati makna.

Penampilan kedua dalam gelar budaya adalah genduri dan sedekah bumi berupa gunungan hasil bumi. Genduri sudah menjadi tradisi masyarakat Desa Ngeposari, dan dilakukan setiap ada kegiatan yang bersifat slametan seperti puputan bayi, saat Merti dusun, tingkeban, mau memulai menebar benih padi,dll. Secara garis besar geduri bersifat bentuk doa dan bentuk rasa syukur atas karunia yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi Genduri merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang yang sampai dengan saat ini masyarakat Desa Ngeposari masih melestarikannya.

Penampilan ketiga adalah dolanan bocah seperti egrang, dakon dll, ini yang mungkin sudah mulai pudar di lingkungan anak-anak, sudah jarang dilakukan karena kalah dengan teknologi seperti Playstation, HP, dan televisi. Namun beberapa anak di Desa Ngeposari mencoba mempertahankannya, karena dalam dolanan tersebut tersimpan adat dan makna yang dalam.

Penampilan ke-empat dalam gelar budaya adalah penampilan wayang mini oleh dalang cilik dari padukuhan mojo. Masih dalam Pendidikan PAUD namun dalang cilik tersebut sudah sangat lihai memainkan wayang beserta karakter dari masing-masing wayang. Karena suara dalang cilik yang khas, tak jarang mengundang detak kagum dan tawa saat memperagakan adegan perang.

Penampilan ke-lima dalam gelar budaya adalah penampilan toklik dari padukuhan Semuluh Lor. Toklik adalah rangkaian nada dari beberapa kentongan yang dimainkan bersamaan sehingga menimbulkan nada yang serasi bahkan mampu menirukan beberapa lagu campursari jawa seperti prahu layar. Toklik biasanya dimainkan saat ronda pos kamling dilakukan. Dalam penampilan tersebut Toklik dari Semuluh Lor memperagakan beberapa lagu, lengkap dengan beberapa gerakan yang diperagakan saat ronda malam dilakukan.

Penampilan ke-enam dalam gelar budaya adalah penampilan seni Jathilan Kudho Seto dari Padukuhan Keblak. Seni jathilan ini sudah melakukan kreasi dalam penampilannya, seperti penampahan alat music modern Drum, permainan music yang dipadukan dengan music campursari dan juga tarian serta ekpresi humor yang dilakukan penari sehingga tidak menimbulkan rasa bosan para penonton. Terdiri dari 6 penari muda putri an 2 penari muda sebagai Ganong, serta 8 orang wiyogo penampilan Kudho Seto mampu membius penonton dan tamu undangan untuk tidak beranjak dari tempat duduk meskipun penampilan jathilan ini merupakan penampilan terakhir dan sudah sangat sore.

Tujuan dari gelar budaya Desa Ngeposari ini yang dihadiri juga dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul adalah menunjukan bahwa desa Ngeposari masih mempertahankan adat dan budaya lokal ditengah perkembangan dan kemajuan jaman, dan juga menunjukan kepada Dinas Kebudayaan bahwa Desa Ngeposari mampu dan layak menjadi Desa Budaya dalam rangkaian acara Rintisan Desa Budaya yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan DIY.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar